Selasa, 17 Februari 2009

Secangkir Nescafe Kala Senja




Pagi itu, saya mulai berkemas dari mahad saya tercinta. Mau minggat?? Hm.. kalau konotasinya kasar seperti itu, rasanya saya terlalu berlebihan.. pindah? Tidak juga karena saya juga nanti akan kembali lagi ke ma’had. Hm.. Lebih tepatnya libur/ istirahat sejenak dari kegiatan kampus, setelah terbelenggu kepenatan Ujian akhir yang membuat perut mual, dan akhirnya saya dapat berteriak.. Aku bebaaaaaaas!!! Liburan UAS tiba... 1 bulan.. gilaaa!! Hehehe (capek juga ya nulis pakai bahasa resmi..!!)

Sebagai mahasiswa perantau, agenda mudik ke kampung halaman menjadi hal yang wajib.. kampung?? Gak elit banget!! “Pulang ke kota asal”.. hehe.. Hm... pasti bosen baca ni posting, ngoceh gak jelas.. okey.. serius sekarang.. (Pakai bahasa resmi lagi ya.. maklum lagi pengen belajar nulis.. hehe)

Pagi itu, Malang 2 februari 2009, udara segar langit sedikit mendung. Tapi tetap saja panas. Kebanyakan orang menganggap bahwa Malang itu kota yang dingin bebas polusi dan sangat kondusif untuk melepas kepenatan. Mungkin karena alasan itu sehingga banyak kampus besar didirikan di kota ini.


<<<<<<>

Tapi jujur, menurut saya Malang panaz. Memang benar dulu Malang berhawa dingin karena secara geografis kota ini terletak di wilayah dataran tinggi yang dikelilingi pegunungan. Tapi sekarang sudah berubah. Penebangan pohon yang tak terkontrol di berbagai wilayah kota Malang membuat Malang menjadi tak sesejuk dulu. Mungkin tak ada bedanya dengan kota saya, Madiun, walaupun terkadang masih terasa dingin di saat saat tertentu. Namun menurut saya 1 yang tidak berubah, air. Sampai saat ini saya masih dapat merasakan dinginnya air di kota Malang. Di kota malang sekalipun. Ah.. tidak.. Lebih tepatnya rasanya segar ( kalau dibilang dingin nanti malah di tafsirkan dingin sedingin es.. hehe). Mandi menjadi rutinitas yang menyenangkan bagi saya saat ini.




<<<< SunSet dari Kamar ku......

Menurut saya, terlepas dari semua itu, memang benar Malang sangat kondusif untuk lingkungan pendidikan. Pemandangan kota yang dengan topografi tanah yang tidak rata dan cenderung berbukit dengan dikelilingi pegunungan membuat saya betah tinggal di kota saya. Dari lantai 2 ( kamar saya) di asrama tempat saya tinggal, dapat terlihat dengan jelas keagungan Allah berupa ukiran pegunungan Malang yang begitu indah. Sambil menikmati secangkir Nescafe, melihat Sunset dari asrama saya. Subhanallah.. Mungkin tak perlu jauh jauh datang ke bali untuk melihat sunset.. hehe.. (Capeeeeeeek pake bahasa resmi..!! ganti tipe bahasa yach.. !! hehe)

Balik lagi ke liburan, Saya cek semua perlengkapan mudik saya. Uang, makanan, minum, uang receh. apa lagi ya?? Yappyy.. yang tidak boleh ketinggalan.. TIKET!! Tiket kereta Matarmaja. Di lembaran tertulis pukul 15.00. Kulihat jam dinding di kamar ku. Ya Allah!! Jam 2.15. gila!! Saat itu, lagi lagi aku panik ( karena sebelumnya kejadian serupa pernah terjadi). Bergegas aku lari. Naek angkot AL meningalkan kampus & asrama. Jalan saat itu Ramai. Macet. Juga angkot yang berkali kali berhenti menurunkan penumpang. Bikin aku makin panik!! Hm.. Sampai di depan stasiun.. sesaat setelah turun dari angkot, terdengar informasi dari speaker. “ Perhatian.. Perhatian!! Kereta matarmaja Jurusan Malang - Pasar senen Jakarta akan segera berangkat 3 menit lagi. Kepada para pengantar harap segera turun.” Huaaaaaa...... Dengan kecepatan peuh menenteng tas ransel yang super guede, saya berlari segera naik ke dalam kereta.. Fyuuh.. untung... coba kalau ketinggalan kereta.. Bisa batal pulang kampung bisa-bisa..

Matarmaja Pukul: 15.05

Kereta melaju dengan kecepatan rendah perlahan meninggalkan kota malang. Pemandangan kota yang indah dan berbukit- bukit perlahan tergantikan oleh hamparan sawah pegunungan yang hijau. Kereta kala itu penuh sesak lantaran ini adalah musim liburan.. hm.. kali ini memang sedang diuji. Harus banyak bersabar dan sadar diri bahwa ini adalah kereta ekonomi.. haha.. wajar laah..!! Mau enak ya naik kereta eksekutif.. hehe

Hm.. bicara mengenai kereta di malang, aku baru tahu kalau ada kereta yang berjalan menanjak. Bukan baru tahu sie, cuma baru ngerasain sendiri maksudnya.. Sepanjang perjalanan, jalur menurun melintasi perbukitan. Dari balik kaca terhampar kehidupan pedesaan yang dibangun di daerah perbukitan. Rumah – rumah itu telihat seperti miring, padahal justru keretanya lah yang sebenarnya miring gara-gara lintasan menurun.

Perjalanan dengan kereta api lebi lama daripada kalo kita naik bus. Kalau pakai bus paling tidak cuma butuh 4 jam, sudah bisa sampai ke Madiun. Berbeda dengan kalau naik kereta yang butuh waktu 5 jam lebih. But.. no problem.. kenyamanan adalah segalanya. Saya lebih nyaman dengan kereta daripada pakai Bus yang harus oper 2 kali. Malang- Jombang, terus Jombang – Madiun.

Tepat jam 08.20 kereta sampai di stasiun Kota Madiun. Udara kota yang panas kala itu langsung menyergap. Tapi justru itulah yang membuat saya kangen setelah sekian lama saya meninggalkan kota saya ini..

Welcome to madiun city, east Java Indonesia...

Welcome home...